Juni 18, 2017 -
No comments
3PA04 - Tugas 4 Psikoterapi - Review Jurnal Terapi Realitas
Review
Jurnal Terapi Realitas
Nama Jurnal :
Journal Of Humanities And Social
Science
Judul Jurnal :
Reality
Therapy Group Counseling Approach On Metacognitive Awareness In Mathematics
Nama Peneliti :
Hilmiyah
Zakaria1 & Noor Azniza Ishak (Phd) 2
Tahun, Volume
dan Halaman :
2016, 21, 117-121
Pendahuluan
:
Penggunaan
Terapi Realitas di sekolah dapat dijalankan dalam bentuk kelompok konseling
dimana metode ini dapat memberi kesempatan bagi anggota kelompok untuk
menangani masalah yang sama dengan bantuan tenaga ahli lainnya (Ida Hartina
Ahmed Tharbe, 2006) secara lebih produktif dan inovatif. (Gladding, 1994)
pemecahan masalah di sekolah (Wubbolding, 2007). Pembentukan kelompok akan
memberi jalan kepada diskusi kelompok ahli dengan pendekatan yang lebih aktif
untuk membantu memecahkan masalah yang dihadapi dalam kelompok. Ini karena
diskusi adalah perwakilan dari dunia nyata. Atmosfer akan mendorong anggota
kelompok minoritas untuk mengeksplorasi isu secara lebih mendalam dan mendorong
kelompok ahli pengembangan pribadi.
Menurut teori realitas, setiap
individu memiliki kendali atas perilaku mereka sendiri dan bertanggung jawab
atas pilihan yang dia buat (Walter, Lambie, & Ngazimbi, 2008). Teori
pilihan yang menjelaskan perilaku manusia (Wubbolding & Brickell, 2007)
itulah sebabnya seseorang melakukan sesuatu dan apa yang memotivasi perilaku
manusia. Berdasarkan prinsip-prinsip Teori Pilihan, perilaku manusia
menghasilkan untuk memenuhi kebutuhan dasar, memenuhi kebutuhan dan
menjembatani kesenjangan antara apa yang mereka inginkan dan apa yang mereka
pikir akan mereka dapatkan dari dunia luar (Glasser, 1988).
Berdasarkan Choice Theory and
Reality Therapy, seorang murid bisa sukses dalam Matematika jika bisa
memotivasi dirinya sendiri dan mengatur perilaku agar bisa bekerja keras dan
membuat pilihan untuk sukses. Matematika dianggap sebagai subjek yang sulit dan
ketidaksukaan siswa karena mereka tidak dapat membuat hubungan antara
Matematika dan kehidupan mereka dan masa depan (Toit and Kotze, 2009). Siswa
sering menganggap bahwa Matematika itu sulit, membosankan dan monoton. Karena
itu, sebagian besar siswa memiliki sikap negatif terhadap Matematika. Jika
sikap ini berlanjut, maka akan mempengaruhi pencapaian Matematika (Effendi
Zakaria dan Abd Razak Habib, 2006). Sikap memainkan peran penting bagi siswa
karena kegagalan dan keberhasilan subjek sering berhubungan dengan siswa dengan
sikap mereka. Metakognitif berarti 'berpikir tentang berpikir' (Flavell, 1979).
Berpikir mengacu pada proses kognitif yang digunakan untuk memantau dan
mengatur proses belajar mandiri, pemecahan masalah dan penalaran. Metakognitif
juga berarti 'kognitif tentang kognitif'; Yang kedua dalam kognitif seperti
berpikir tentang berpikir, pengetahuan tentang pengetahuan atau refleksi
tentang tindakan (Papaleontiou-Louca, 2008). Menurut Flavell (1981) di
Papaleontiou-Louca (2008), definisi ini kemudian diperluas tidak hanya pada
kognitif tetapi juga pada kesadaran kognitif dan metakognitif mengacu pada
kontrol individu yang tidak terbatas hanya pada proses kognitif yang melibatkan
emosi dan Bahkan motivasi. Metakognitif menjadi istilah yang sering digunakan
dalam teori perkembangan kognitif (Jacobs dan Paris, 1987) karena ini adalah
pemikiran tingkat tinggi yang melibatkan kontrol aktif atas proses kognitif
yang terlibat dalam pembelajaran.
Metode penelitian
Sampel
Subyek
penelitian terdiri dari empat siswa (umur 16), dari sekolah negeri dari negara
bagian Kedah, Malaysia. Subyek dipilih berdasarkan kriteria ini (i) gagal
Matematika (kelas 'E'); (Ii) telah lulus dari subjek Bahasa Melayu dan (iii)
menyerahkan pokok bahasan Science dalam penilaian Form Three (age 15) mereka.
Kriteria bahasa Melayu yang lewat ditetapkan untuk memastikan subyek penelitian
memiliki kemampuan membaca, menulis dan memahami teks. Subjek juga harus lulus
mata pelajaran Ilmu Pengetahuan karena Matematika dan Ilmu Pengetahuan serupa
dengan penggunaan otak kiri. Selain itu, subjek sains adalah subjek teknologi
yang penting bagi negara-negara industri. Subyek dipilih dari 10 sekolah, lima
sekolah untuk perawatan mata pelajaran dan lima sekolah lainnya untuk mata pelajaran
kontrol. Subjek yang sama terlibat dalam pra-studi dan pasca studi. Jumlah
sisipan terdiri dari 120 siswa, yaitu 60 siswa dari kelompok perlakuan dan 60
siswa lainnya dari kelompok kontrol.
Materials And Design
Desain
penelitiannya adalah desain kuasi eksperimental. Desain ini dipilih karena
pemilihan subjek tidak dapat dilakukan secara acak, disamping ketidakmampuan
peneliti untuk memberikan kontrol penuh terhadap variabel-variabel yang tidak
diselidiki yang tidak relevan (Noraini Idris, 2013). Ada dua kelompok sampel
dalam penelitian ini, kelompok pertama adalah kelompok pengobatan yang akan
menerima pengobatan. (RTGC) sedangkan kelompok kedua adalah kelompok kontrol
yang tidak menerima pengobatan. Kelompok perlakuan memiliki delapan sesi
konseling dalam durasi 90 menit yang meliputi sesi pra. Kedua kelompok diberi
kuesioner pre-test Metacognitive Awareness Inventory (MAI). Setelah sesi
tersebut, kuesioner MAI diberikan lagi ke dua kelompok tersebut. Konselor yang
melakukan sesi konseling terdiri dari mereka yang telah dilatih dalam program
Training of Trainer (ToT) dengan menggunakan pendekatan Reality Therapy.
Hasil
Hasilnya
dianalisis dengan menggunakan analisis deskriptif dengan membahas dan
membandingkan mean dan standar deviasi antara kelompok perlakuan dan kelompok
kontrol RTGC, tingkat kesadaran metakognitif siswa terhadap Matematika. Temuan
yang dimaksudkan untuk pre-test dan post-test dijelaskan untuk melihat efek
pengobatan yang diberikan pada kelompok RTGC, apakah tingkat metakognitif siswa
pada tingkat yang sama, meningkat atau menurun setelah intervensi diberikan.
Penelitian
eksperimental ini bertujuan untuk menguji pengaruh konseling kelompok terhadap
pendekatan terstruktur realitas RTGC antara kelompok perlakuan yang menerima
sesi RTGC dan kelompok kontrol yang tidak menerima pengobatan terhadap siswa
metakognitif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa RTGC memiliki mean yang lebih
tinggi (mean = 134,817) dibandingkan kelompok kontrol (mean = 16,283).
Kesimpulannya, penelitian ini berhasil meningkatkan tingkat metakognitif siswa
dalam kelompok perlakuan RTGC. Analisis menunjukkan bahwa (i) ada perbedaan
yang signifikan antara kelompok perlakuan dan kelompok kontrol metakognitif
(ii) ada perbedaan yang signifikan antara kelompok perlakuan dan kelompok
kontrol untuk pengetahuan deklaratif dimensi, pengetahuan prosedural,
pengetahuan bersyarat, Strategi perencanaan dan pengelolaan informasi (iii)
Tidak ada perbedaan yang signifikan antara kelompok perlakuan dan kelompok
kontrol untuk strategi pemantauan, debugging, dan evaluasi pemahaman dimensi.
Kesimpulan
Reality
Therapy Group Counseling (RTGC) adalah modul terstruktur yang dikembangkan oleh
penulis untuk meningkatkan tingkat metakognitif siswa. Modul ini didasarkan
pada Reality Therapy yang dipelopori oleh William Glasser (1925-2013). RTGC
dikembangkan sebagai panduan bagi konselor untuk membantu siswa meningkatkan
potensi mereka dan meningkatkan kinerja akademis yang berfokus pada
metakognitif. Model konseling kelompok yang digunakan didasarkan pada (Corey,
2004) yang telah disesuaikan menjadi lima tahap. Pembangunan modul tersebut
menggunakan pendekatan Russell (1974) yang dimodifikasi. Modul ini cocok untuk
siswa sekolah menengah yang memiliki prestasi matematika moderat dan rendah.
Jumlah sesi yang diadakan adalah delapan sesi, termasuk sesi pra-pertemuan
bertepatan dengan pandangan (Schraw, 1998) dan juga penelitian sebelumnya. Sesi
konseling waktu yang diusulkan sekitar 90 menit karena batas waktu sesuai untuk
siswa sekolah menengah (Fuller, 2007). Setiap sesi menggabungkan konsep
metakognisi, terapi realitas dan konsep matematika.