Panda In Chery Martini

Selasa, 10 Mei 2016

Mei 10, 2016 - No comments

ANALISIS FILM SYBIL

A. Latar Belakang
     Dissociative Identitiy Disorder  atau sering juga disebut kepribadian ganda, atau juga lebih terkenal dengan nama alter ego. Merupakan suatu keadaan di mana kepribadian individu terpecah sehingga muncul kepribadian yang lain. Kepribadian itu biasanya merupakan ekspresi dari kepribadian utama yang muncul karena pribadi utama tidak dapat mewujudkan hal yang ingin dilakukannya.Dalam bahasa yang lebih sederhana dapat dikatakan bahwa ada satu orang yang memiliki pribadi lebih dari satu atau memiliki dua pribadi sekaligus. Kadang si penderita tidak tahu bahwa ia memiliki kepribadian ganda, dua pribadi yang ada dalam satu tubuh ini juga tidak saling mengenal dan lebih parah lagi kadang-kadang dua pribadi ini saling bertolak belakang sifatnya.
    Shirley Ardell Mason adalah seorang wanita yang kehidupannya didokumentasikan di buku dan film dengan nama Sybil Isabel Dorsett untuk melindungi identitas aslinya. Buku itu ditulis oleh Flora Rheta Schreiber dan diterbitkan pada tahun 1973. Filmnya pun sudah dibuat dan diudarakan tahun 1976 di CBS. Sybil bercerita tentang seorang gadis dengan kepribadian yang terpecah sehingga sampai terdapat 16 kepribadian dalam satu tubuh. Enam belas pribadi itu adalah: Clara, Helen, Marcia, Marjorie, Mary, Mike (laki-laki), Nancy Lou Ann Baldwin, Peggy Ann Baldwin, Peggy Lou Baldwin, Ruthie, Sid (laki-laki), Sybil Ann, Sybil Isabel Dorsett, Vanessa Gaile, Victoria Antoniette Shcarleu (Vicky) dan kepribadian terakhir yang tak diketahui namanya.
  B. Teori 
1.      Teori Sociocognitif
       Menyatakan bahwa DID berkembang ketika orang yang sangat dibisikan belajar untuk mengadopsi dan memperlakukan peran identitas ganda, terutama karena dokter tidak sengaja menyarankan, mengesahkan dan memperkuat mereka karena identitas yang berbeda diarahkan untuk individu itu sendiri perspektif sociocognitif berpendapat bahwa hal ini tidak dilakukan dengan sengaja atau secara sadar oleh indivudu yang menderita, melainkan terjadi secara spontan dengan kesadaran sedikit atau tidak ada  (Lilienfeld et al, 1999).
      Teori Sociocognitive juga konsisten dengan bukti bahwa sebagian besar pasien DID tidak menunjukkan tanda-tanda jelas dari gangguan sebelum mereka memasuki terapi dan dengan bukti bahwa jumlah mengubah identitas sering meningkat (kadang-kadang secara dramatis) dengan waktu dalam terapi (Piper & Merskey, 2004b). 
2. Sociocultural
     DID, dipengaruhi oleh sejauh mana fenomena tersebut diterima atau ditoleransi baik sebagai normalatau sebagai gangguan mental sah oleh konteks budaya sekitarnya. 


    Memang dalam masyarakat kita sendiri, penerimaan dan toleransi DID sebagai gangguan yang sah telah sangat bervariasi dari waktu ke waktu. Namun demikian, meskipun prevalensi bervariasi, DID sekarang telah diidentifikasi pada semua kelompok ras, kelas sosial ekonomi, dan budaya di mana telah dipelajari. Sebagai contoh,di luar Amerika Utara telah ditemukan di negara-negara mulai dari Nigeria dan Ethiopia ke Turki, India, Australia, dan Karibia, untuk beberapa nama (Maldonado et al., 2002). Banyak fenomena yang terkait sering terjadi dalam berbagai bagian dunia dimana sanksi budaya lokal masuk dan kepemilikan Negara yang tidak dianggap patologis dan tidak dapat dianggap sebagai gangguan mental mungkin didiagnosis dengan gangguan disosiatif trans ( kategori diagnostic sementara dalam DSM-IV-TR).
3. Teori Behavioral
    Pada teori ini menganggap bahwa disosiasi sebagai respon menghindar yang melindungi seseorang dari berbagai kejadian yang penuh stress dan ingatan akan kejadian tersebut. Karena orang yang bersangkutan tidak secara sadar mengonfrontasi kenangan menyakitkan tersebut, rasa takut yang diakibatkannya tidak dapat hilang.
4. Teori Psikoanalisis 
   Teori ini beranggapan bahwa berbagai kenangan traumatis dilupakan atau disosiasikan karena sifatnya yang menyakitkan adalah bahwa penelitian pada hewan dan manusia menunjukkan bahwa tingkat stress yang tinggi umumnya memperkuat memori dan bukan melemahkannya (Shobe & Kihlstom, 1997). Ini merupakan suatu hal yang dapat ditemukan pada gangguan stress pasca trauma, dimana seseorang terkadang dikuasai oleh berbagai citra yang mengganggu dan berulang tentang kejadian traumatik di masa lalu. 
C.     Ringkasan Cerita 
Sybil Isabel Dorsett adalah seorang anak tunggal dari pasangan suami istri Willard Dorsett dan Hattie Anderson. Sybil lahir di Willow Coners pada tanggal 20 Januari 1923.
Sebelum Sybil lahir, ibunya Hattie pernah keguguran sebanyak empat kali. Sehingga Ibu Sybil merasa ragu-ragu untuk memiliki anak lagi. Dan ini memperngaruhi kejiwaan Hattie. Pada saat Sybil masih di dalam kandungan, sang Ayah khawatir terhadap kelahiran bayinya dan ia menyuruh Hattie untuk berdiam diri di rumah dan tidak menunjukkan kehamilannya kepada tetangga-tetangganya. Pada saat Sybil lahir, beratnya hanya 2,7 kg. Karena merasa malu, Willard menambahkan 1,5 ons saat mengumumkan kelahiran anaknya tersebut. Willard menamakan Sybil Isabel Dorsett. Namun, ibunya senang memanggilnya Peggy Louusiana. Ibunya tidak pernah mau merawat Sybil. Sehingga yang mengurus Sybil adalah neneknya Marry Dorsett. Oleh karena itu Sybil lebih dekat dengan neneknya dan sangat sedih ketika neneknya meninggal.
        Awal Cerita, dikisahkan Sybil dikeluarkan dari sebuah Akademi tempatnya berkuliah, dan tidak diizinkan untuk kembali sebelum psikiater yang merawatnya menyatakan dia sembuh. Padahal sebenarnya, Sybil sendiri tidak mengerti mengapa ia dikeluarkan dan dianjurkan untuk menemui psikiater. Sybil hanya merasa ada waktu yang hilang.  
      Saat ia menemani Ibunya berobat ke rumah sakit, ia berjumpa dengan dr. Lynn Thompson Hall, yaitu dokter yang biasa merawat ibunya yang saat itu sedang menderita bengkak pada perutnya. Perjumpaan akhirnya berbuah manis, Sybil tidak menyangka bahwa dr. Hall akan menanyai tentang dirinya, masalah apa yang dialaminya sehingga ia tampak kurus sekali. Sybil berusia 31 tahun dengan tinggi 158 cm dan memiliki berat badan 39 kg, merupakan ukuran postur tubuh yang tidak ideal. Kemudian dr. Hall merujuknya ke psikiater yaitu dr. Wilbur.
        Seusai dr. Hall membuat perjanjian dengan dr. Wilbur, akhirnya Sybil bertemu dengan dr. Wilbur di klinik pribadinya. Pengobatan berjalan selama 3 tahun. Namun, suatu hari Sybil berhalangan untuk datang pada hari jadwal konseling karena sakit. Sybil menderita pnemonia dan sakit tenggorokan. Lalu Sybil meminta tolong Ibunya untuk menghubungi dr. Wilbur jika ia tidak bisa datang pada hari konseling. Tetapi, tanpa sepengetahuan Sybil, ternyata ibunya sama sekali tidak menghubungi dr. Wilbur sedangkan Sybil menganggap telepon itu tersambung dengan dr. Wilbur. Sybil baru mengetahui kenyataan sebenarnya, setelah ia datang djadwal berikutnya. Dan didapati bahwa dr. Wilbur telah mengambil studi lanjutan di bidang psikoanalisis di New York. 
      Sybil menjadi putus asa dan merasa tidak memiliki harapan lagi untuk sembuh dari penyakit psikologisnya tersebut. Namun, dengan kepercayaan diri dia mencoba menghubungi pihak akademi untuk kembali melanjutkan perkuliahannya. Dan alangkah gembiranya dia diterima kembali oleh pihak Universitas. Pada akhir semester ia dihubungi oleh sang Ayah yang menyuruhnya untuk pulang ke rumah menjaga ibunya yang sedang sakit.  
       Pada bulan Juli 1948 ibu Sybil meninggal dunia. Setelah meninggalnya sang Ibu, Sybil melanjutkan perkuliahannya di akademi, tinggal bersama dan menjaga ayahnya. Sybil berencana mengumpulkan uang secukupnya untuk pergi ke New York dan berharap dapat menemui dr. Wilbur yang membuka praktek di sana. 
      Pada musim panas 1954, Sybil telah mengumpulkan uang yang cukup untuk biaya ke New York dengan tujuan melanjutkan kuliahnya di Universitas Colombia dan kembali menjalani perawatan terapi dengan dr. Wilbur. Ayahnya yang hanya diberitahu tentang niat Sybil untuk belajar di New York, mengantar Sybil ke kota itu. 
      Sesampai di New York, Sybil tidak langsung menemui dr. Wilbur . Karena Sybil merasa takut. Namun, akhirnya Sybil memutuskan untuk memberanikan diri menghubungi dr. Wilbur .Dr. Wilbur menawarkan terapi psikoanalisis untuk mengobati Sybil. Namun terapi ini tidak disetujui oleh Ayahnya karena bertolak belakang dengan ajaran Katolik yang dianutnya. Awalnya Sybil juga tidak ingin diterapi, tetapi berkat bujukan dr. Wilbur Sybil pun mau untuk diterapi. 
    Di New York Sybil menyewa sebuah apartemen yang ditinggalinya bersama Teddy sahabatnya. Teddy telah mengetahui Gangguan disosiasi yang dialami oleh Sybil. Sebagai sahabat, Teddy sangat mengerti bagaimana sifat-sifat dari ke-16 pribadi yang dimiliki oleh Sybil. Namun, diceritakan bahwa ternyata diam-diam Teddy menyimpan perasaan suka sesama jenis terhadap Sybil.
     Pada awal terapi, dr . Wilbur belum menemukan hal yang signifikan dari Sybil. Namun setelah waktu yang cukup lama muncul lah pribadi Sybil yang bernama Peggy Lou. Peggy Lou merupakan pribadi lain dari Sybil yang dapat mengungkapkan kemarahan yang tidak bisa ditunjukkan oleh Sybil. Disamping Peggy Lou, ada juga kembarannya yaitu Peggy Ann yang merupakan pribadi lain dari Sybil yang dapat menunjukkan keberanian yang tidak bisa ditunjukkan oleh Sybil. Setelah itu muncul pribadi-pribadi lain seperti Vicky yang merupakan sosok impian Sybil yang sempurna. Kemudian ada lagi pribadi lain yaitu Marcia yang pintar menulis, Vanessa yang pandai memainkan piano, Marry yang gemar bersajak dan bersifat keibuan, Helen yang ambisius, Clara yang menyukai musik dan pelajaran Bahasa Inggris, Sybil Ann yang mengidap penyakit psikologis neurasthania , Mike yang merupakan identifikasi Kakek Sybil yang agresif, Sid merupakan identifikasi Ayah Sybil yang bersifat hati-hati, Nancy yang tertarik dengan politik, Marjorie yang periang, Ruthie merupakan sosok bayi, dan terakhir The Bonde yang menyukai kuliah. Ke-15 pribadi Sybil ini mengenal baik Sybil, tetapi Sybil sama sekali tidak mengenal mereka. Sybil hanya merasa ada ”waktu yang hilang” dalam hidupnya yang disebut fuga. 
     Ke-15 pribadi yang lain tersebut sering berdialog dengan dr. Wilbur dan menyatakan merasa kasihan dengan sosok Sybil yang pemurung, tidak bisa marah, ceria, bahkan menangis sekalipun. Pribadi-pribadi yang lain tersebut telah menggantikan hari-hari Sybil yang dianggap hilang. Contohnya saja ketika Peggy mengambil posisinya saat Sybil dikelas 3. Peggy telah mampu menghafal perkalian, mampu menyanyi, dan ceria. Namun semua orang disekitarnya kaget ketika mengetahui tiba-tiba Sybil yang pintar perkalian, ceria mendadak berubah menjadi Sybil yang pemurung, dan penakut. 
     Kepribadian majemuk yang dialami Sybil membuat dr. Wilbur heran. Ada 16 pribadi yang berlainan dalam satu jasad. Dr. Wilbur mencoba menganalisis apa yang menyebabkan Sybil menjadi pemurung, kurus, membenci tangan, membenci suara musik, takut untuk memegang barang-barang yang terbuat dari kaca, dan tak menyukai wanita yang berambut putih. Melalui pribadi-pribadi lain yang muncul itulah yang mengungkapkan semuanya kepada dr. Wilbur.  
    Melalui analisa dr. Wilbur ditemukan lah penyebab terpecahnya kepribadian Sybil. Kepribadiannya sudah terpecah saat Sybil berusia 2, 5 tahun. Ada beberapa penyebab mengapa Sybil sangat membenci tangan, suara musik dan tidak menyukai wanita yang berambut putih. Ternyata pusat kebenciannya tersebut ada pada sang Ibu. Hattie sama sekali tidak mengharapkan kelahiran Sybil, bahkan pada saat Sybil lahir, dia mengatakan bahwa bayi ini begitu rapuh, aku takut dia nantinya akan terpecah. Ternyata apa yang dtakuti oleh Hattie benar adanya.
    Hattie tidak pernah melepaskan Sybil sendirian. Dan Sybil selalu menuruti apa yang Ibunya katakan. Ketika Sybil memecahkan gelas kristal milik Neneknya, Hattie pun langsung menuduh Sybil yang telah melakukannya. Walaupun sebenarnya bukan Sybil yang memecahkannya, melainkan sepupunya. Hattie pun menghukum Sybil denga keji. Saat Sybil menangis, Hattie mengikatnya di kaki piano dan kemudian Hattie memainkan musik dengan sangat keras sambil tertawa terbahak-bahak. Dan yang paling memilukan adalah ketika Hattie melakukan upacara pagi secara tertutup, yaitu membuka vagina Sybil dan memasukkan berbagai macam alat-alat, seperti botol-botol kecil, lampu baterai, gagang pisau, sepatu dan gesper. Ibunya mengatakan bahwa Sybil akan terbiasa dengan hal-hal seperti ini saat dewasa nanti, dan inilah yang akan dikerjakan oleh lelaki dewasa yang akan menjadi pasangan Sybil nantinya. Penyiksaan ini meyebabkan rahim Sybil rusak, dan dipastikan ia tidak dapat memiliki anak.  
    Ayah Sybil, Willlard Dorsett tidak tahu menahu tentang hal tersebut. Ayah Sybil sibuk dengan pekerjaannya di toko bangunan. Namun ada beberapa waktu yang seharusnya dicurigai oleh Ayahnya tetapi tidak digubris dan diperdulikan. Contohnya saja ketika Sybil hampir mati terbenam di tempat penyimpanan gandum yang terdapat di atas rumah, sangat tulang lengan Sybil retak, dan saat manik-manik masuk ke lubang hidung Sybil. Willard sempat mencari tahu bagaimana hal ini bisa terjadi, namun pencariannya untuk memecahkan masalah ini gantung. Terkesan Willard tidak peduli dengan keadaan Sybil yang tersiksa. 
    Kemudian permasalahan lain yang berkembang adalah, ketika nilai-nilai keagamaan Katolik sangat dianut secara fanatik oleh orang tua Sybil, namun kadang dinaifkan dihadapan Sybil. Misalnya saja ketika Ibunya sering mengajak Sybil untuk keluar di malam hari dan melihat tetangganya berhubungan intim, dan Ibu Sybil sangat sering mengunjing orang lain dan merendahkan orang yang berkulit hitam.
Diketahui bahwa, Sybil pernah mencoba bunuh diri karena tidak sanggup menanggung beban kehidupan yang begitu berat. Sosok pribadi yang mangambil alih tubuh Sybil untuk bunuh diri adalah Marry. Namun, rencana itu gagal karena dihalangi oleh Vicky, sosok pribadi lain dari Sybil juga.
    Diketahui bahwa, Sybil pernah mencoba bunuh diri karena tidak sanggup menanggung beban kehidupan yang begitu berat. Sosok pribadi yang mangambil alih tubuh Sybil untuk bunuh diri adalah Marry. Namun, rencana itu gagal karena dihalangi oleh Vicky, sosok pribadi lain dari Sybil juga.
    Dalam perjalanan menuju pemulihan, Sybil berjumpa dengan sosok lelaki bernama Ramon yang sangat mencintai Sybil. Begitu juga dengan Sybil, ia sangat mencintai Ramon. Namun Sybil menolak saat Ramon mengajaknya untuk menikah, dikarenakan Sybil merasa ia tidak bisa lagi menjadi wanita yang sempurna karena rahimnya telah rusak saat ia masih kecil. Trauma-trauma masa lalu membuatnya takut untuk menjalani kehidupan rumah tangga dengan pasangan lawan jenisnya.
    Setelah 11 tahun dr. Wilbur mengadakan psikoanalisa terhadap Sybil, dr. Wilbur berusaha menyatukan pribadi-pribadi yang terpecah tersebut melalui hipnosis. Dr. Wilbur menyamakan seluruh usia kepribadian Sybil dengan usia Sybil sendiri yaitu 37 tahun. Sybil pun dipaksa untuk mengenal kepribadian yang lain dan dapat menerima mereka dengan senang hati. Sebelumnya dr. Wilbur sempat memberikan obat penenang Sodiumm Pentothal yang dapat mengurangi kecemasan dan Sybil akan merasakan perasaan bahagia. Namun obat ini menyebabkan ketergantungan dan oleh karena itu obat ini dihentikan untuk dikonsumsi oleh Sybil. 
     Diakhir cerita, dikisahkan tahun 1965 semua kepribadian Sybil telah bersatu. Kemudian Sybil melamar pekerjaan di Pennsyilvania sebagai ahli terapi pekerjaan. Semenjak tinggal di Pennsyilvania, Sybil kerap mengirimkan surat kepada Flora, rekan dr. Wilbur. Dia mengatakan bahwa hidupnya sekarang telah bahagia karena dapat melakukan semua kegiatannya sendiri tanpa takut ada waktu yang hilang. 
D.    Analisis Film 
    Gangguan Identitas disosiatif merupakan gangguan adanya dua atau lebih kepribadian yang terpisah dan berbeda pada seseorang. Setiap kepribadian tersebut memliki pola pikir, perilaku, ingatan dan hobi yang berbeda. Seperti halnya Sybil yang memiliki beberapa kepribadian yang berlainan memiliki perilaku, pola pikir dan ingatan yang berlainan. Peggy yang merupakan kepribadian lain dari Sybil merupakan sosok yang kekanak-kanakan dan mudah marah. Berbeda dengan Sybil yang tidak mampu menunjukkan sikap marahnya terhadap suatu situasi yang menuntutnya untuk marah.
   Gangguan Identitas disosiatif pada umumnya disebabkan oleh trauma di masa kanak-kanak (childhood umur 3 – 11 tahun) dan remaja (adolesence umur 12-18 tahun).  
   Masa kanak-kanak Sybil penuh dengan trauma-trauma terhadap kejahatan yang dilakukan oleh Ibunya. Pengalaman traumatis tersebut terjadi berulang kali sehingga menyebabkan terbentuknya beberapa kepribadian pada diri Sybil.
    Penderita gangguan identitas disosiatif kerap mengalami depersonalisasi dan derealisasi. Yaitu si penderita mengalami perasaan yang tidak nyata, merasa seperti terpisah dengan fisik dan mentalnya. Dalam kasus Sybil, Sybil menganggap diri sebagai sesuatu yang asing baginya. Kemudian penderita mengalami distorsi waktu. Sybil sangat sering merasa adanya ”waktu yang hilang” selama pribadi lain mengambil posisi dalam dirinya. Keinginan untuk bunuh diri pernah dilakukan oleh pribadi lain Sybil yaitu Marry, yang tidak sanggup menanggung beban pengalaman traumatis yang cukup berat bagi Sybil, namun sosok pribadi lain Sybil yaitu Vicky berhasil menghalangi keinginan Marcia untuk bunuh diri. Selanjutnya, pada penderita gangguan identitas disosiatif adanya fluktasi tingkat kemampuan pada diri Sybil. Misalnya, pada saat Sybil kelas 3, posisinya digantikan oleh Peggy. Peggy sebagai Sybil yang merupkan sosok ceria, dan pandai berkalian tiba-tiba saat kelas 5 berubah menjadi Sybil yang pemurung dan tidak pandai perkalian. Semua orang di sekitar Sybil menjadi heran dengan perubahan dadakan yang dialami oleh Sybil. Ada lagi kepribadian lain yang pandai bermain piano, yaitu Vanessa. Namun Sybil tidak mampu memainkan piano. Jadi, kemampuannya berubah sesuai dengan kepribadian mana yang muncul. 
E. Kesimpulan 
1. Sybil tidak menderita schizofrenia seperti Ibunya, melainkan gangguan identitas disosiatif. Kepribadian Sybil terpecah karena disosiasi bukan gangguan persepsi.
2. Kepribadian Sybil terpecah karena disebabkan oleh tindakan penganiayaan dan pelecehan seksual oleh Ibunya, Ayahnya yang seharusnya menjadi pelindung namun bersikap pasif dan terkesan tidak peduli dengan Sybil, dan Keyakinan agama yang fanatik dari keluarganya, namun yang terlihat adalah kemunafikan.
3. Pemberian obat-obatan pada penderita gangguan identitas disosiatif membawa dampak yang kurang baik, karena adanya efek ketergantungan terhadap obat.
4. Setiap pribadi yang terpecah akan memiliki identitas, hobi, pola pikir, dan pandangan terhadap lingkungan yang berbeda. 
F.      Daftar Pustaka  
PSIKOLOGI ABNORMAL ( edisi ke 9), oleh Gerald C Davidson, John M Neale,  Ann M Kring.  


      
 
 

0 komentar:

Posting Komentar